 |
Renungan Tentang Pertunjukan Wayang kulit |
|
Pada galibnya, menurut peraturan pertunjukan wayang kulit(pakem), pertunjukan wayang kulit diselenggarakan semalam suntuk dari jam 20.00 sampai dengan jam 00.06 esok harinya, bersamaan dengan terbitnya matahari. Hal ini sudah barang tentu mempunyai arti filsafal tertentu.
Pada galibnya pertunjukan itu dimulai dengan:
Talu, yang berarti pembukaan, pendahuluan atau rawit (praeludium). Bagian ini diiringi lagu (gending) tertentu, yaitu:
1. Cucur bawuk, yang disusul dengan
2. Paro Anom, yang disusul dengan
3. Landrang srikaton, yang jatuh kepada
4. Ketawang sukma hilang. Kemudian diperdengarkan
5. Ayak-ayakan manyuro, dan diakhiri dengan
6. Sampak manyuro.
Lagu-lagu inilah yang diperdengarkan semalam suntuk, silih berganti sebagai pengantar pertunjukan wayang kulit. Tidak secara berbetulan saja, melainkan memang dengan maksud dan arti tertentu. Tegasnya ketujuh lagu tersebut dalam arti filsafatnya menggambarkan jalannya masa atau tingkat hidup dan/atau kehidupan manusia) pada umumnya. Tegasnya gending.
Posting Komentar
Posting Komentar